Minggu, 13 Februari 2011

SERING LUPA, SATU DARI TANDA STRESS TERSEMBUNYI


Di tengah kesibukan pekerjaan dan tekanan hidup sehari-hari, Anda mungkin merasa dapat mengendalikan stres. Namun, seringkali gejala stres yang ada tersembunyi dan tidak memperlihatkan tanda-tanda.

Stevan E. Hobfoll, PhD, ketua jurusan Ilmu Perilaku di Universitas Rush Medical Center mengatakan jika mengalami salah satu atau lebih dari beberapa tanda ini hampir setiap hari, kemungkinan besar Anda sedang stres.

1. Sakit kepala
Sakit kepala yang dialami secara tiba-tiba bisa memicu migrain yang terkait dengan stres. Todd Schwedt, MD, Direktur Pusat Kesehatan Universitas Washington menyarankan agar tetap mengatur waktu tidur dan jadwal makan untuk meminimalkan pemicunya.

2. Siklus bulanan yang menyakitkan
Ketergantungan pada obat-obatan penghilang rasa sakit saat menstruasi setiap bulan untuk menanggulangi kram sering diakibatkan stres. Studi Harvard menemukan wanita yang meminum obat penghilang rasa sakit lebih dari dua kali selama menstruasi kemungkinan sedang stres. Ketidakseimbangan hormon merupakan penyebab stres akibat menurunnya aktivitas sistem saraf simpatik.
3. Bagian mulut pegal
Rasa sakit di rahang dan gigi yang bergemerutuk yang biasanya terjadi selama tidur bisa diperparah oleh stres. Matthew Messina DDS, penasehat konsumen American Dental Association mengingatkan 70 persen orang yang mengalami gigi gemerutuk selama tidur mengalami stres. Sebaiknya segera konsultasikan pada dokter untuk menghentikannya.

4. Mimpi aneh
Mimpi yang dialami setiap malam biasanya bersifat positif sehingga membuat Anda merasa segar pagi harinya. Rosalind Cartwright, PhD, profesor psikologi di Rush University Medical Center mengungkap saat stres, kita akan lebih sering terbangun dan mengalami mimpi aneh. Kebiasaan tidur yang baik, sekitar 7-8 jam serta menghindari kafein dan alkohol membantu tidur lebih nyenyak.

5. Pendarahan gusi
Menurut analisis ilmuwan Brasil, orang yang mengalami stres berisiko memiliki penyakit periodontal. Peningkatan hormon stres kortisol mengganggu kekebalan tubuh dan memungkinkan bakteri untuk menyerang gusi. Jika bekerja selama berjam-jam, sikatlah gigi lebih sering. "Untuk melindungi mulut, sebaiknya berolahraga dan tidur lebih banyak agar tingkat stres rendah," kata Preston Miller, DDS, mantan presiden American Academy of Periodonti.

6. Jerawat
Stress meningkatkan peradangan yang menimbulkan jerawat, ungkap Gil Yosipovitch, MD, profesor dermatologi klinis di Universitas Wake Forest. Untuk menghilangkan jerawat, gunakan losion asam salisilat untuk membantu pengelupasan kulit atau benzoil peroksida yang membunuh bakteri. Bila obat-obatan tersebut tidak manjur, hubungi dokter.

7. Ngemil kudapan manis
Hormon stres memicu wanita mengonsumsi makanan manis seperti cokelat. Akibatnya, mulut terasa lebih manis. Peneliti Universitas Pennsylvania menemukan, wanita pra-menopause lebih banyak mengonsumsi cokelat dan makanan manis saat stres dibandingkan wanita yang memasuki masa menopause.

8. Gatal-gatal kulit dan alergi
Sebuah studi baru-baru ini Jepang terhadap 2.000 orang menemukan bahwa mereka yang gatal-gatal kronis dua kali lipat mungkin terkena stres daripada mereka yang tidak. Menurut ahli, perasaan cemas atau tegang memperburuk kondisi kulit seperti dermatitis, eksim, dan psoriasis.
9. Sakit perut
Stres bisa juga menyebabkan sakit perut, sakit punggung dan insomnia. Studi terhadap 1.653 orang menemukan orang dengan sedang stres memililki risiko tiga kali lebih tinggi mengalami sakit perut dibandingkan orang yang relaks.

Sepintas, masalah lupa itu sepertinya persoalan biasa yang juga dihadapi orang-orang lain ketika usia semakin lanjut. Pada ibu ini tampaknya ada persoalan lain yang tidak sederhana. Ketegangannya pada saat itu merupakan petunjuk bahwa ia mengalami stres berat.

"Menurut Anda saya tampak stres atau tidak?"

Adapun be2rapa Faktor Penyebab Stress :

Faktor Usia, faktor usia tentu saja juga berpengaruh terhadap kemerosotan daya ingat. Pada masa-masa itu sebagian besar orang mengalami proses degeneratif pada sel-sel saraf otak yang menjalankan tugas menerima–menyalurkan–menyimpan informasi atau pengetahuan. Komunikasi antarsel saraf (neuron) yang terjadi pada saat kita melakukan proses mengingat atau melakukan fungsi kognitif lain telah berkurang atau terganggu setelah seseorang memasuki usia lebih lanjut.

Mengenai pengaruh faktor usia, dapat dikatakan bahwa sel-sel saraf otak memang sebagian mengalami kerusakan setelah seseorang menjadi tua. Namun, perlu kita ketahui bahwa neuron-neuron baru juga tumbuh (proses neurogenesis) sepanjang hidup kita, meski tidak sebanyak pertumbuhan pada masa kanak-kanak dan remaja. Dengan demikian, kita dapat menemukan adanya orang-orang lanjut usia yang fungsi kognitifnya tetap efektif.

Gangguan Emosi dan Kognisi
Selain faktor usia yang memberikan kemungkinan penurunan fungsi memori, peristiwa-peristiwa hidup yang sangat menekan yang terus ditanggapi dengan emosi negatif merupakan pemicu terjadinya penurunan fungsi kognitif dalam kasus ibu di atas. Dalam keadaan stres berat dan depresi seseorang memang cenderung mengalami penurunan fungsi kognitif (tidak mampu memahami sesuatu dengan baik, berpikir dengan lancar, termasuk mengingat informasi dengan baik).

Pada kasus stres umum yang mengakibatkan gangguan memori, sebagian orang dapat mengatasi stres dengan aktivitas fisik seperti berolahraga, melakukan rileksasi atau meditasi. Sebagian lainnya melakukan pengenalan terhadap batas stres yang tidak dapat ditoleransi, dan selanjutnya secara asertif (tegas tetapi sopan) menolak tugas-tugas yang tidak dapat ditanggungnya lagi.

Mengelola Fungsi Memori
Selain faktor usia dan stres, masih banyak faktor yang dapat menurunkan fungsi memori. Faktor-faktor itu antara lain genetik, hormon, penyakit-penyakit yang terkait dengan penuaan, gangguan neurologis (stroke, alzheimer, dsb), kanker, efek samping beberapa jenis obat, gangguan tidur, pola makan dan gizi, alkohol, kurang olahraga, kurang stimulasi intelektual, merokok, penggunaan obat terlarang.

Untuk mencegah penurunan daya ingat atau mempertahankan daya ingat yang kuat, Nelson memberikan saran berupa kebiasaan sehat yang dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit yang dapat merusak ingatan dan menghindari penggunaan obat yang memiliki efek samping merusak ingatan. Selain itu juga beberapa strategi untuk memperkuat fungsi kognitif, termasuk memori.

Saran-saran ini cukup sederhana, mudah dilaksanakan dan tidak mahal, yaitu:
• Olahraga teratur.
• Pinggirkan rokok.
• Tambahkan vitamin.
• Ikut terlibat dengan orang lain.
• Mengonsumsi makanan sehat.
• Atur tidur malam yang nyenyak.
• Latihan hal-hal baru.
• Minum alkohol tidak berlebihan.
• Eksistensi hidup yang bermakna.
• Mengelola stres.
• Organisasikan pikiran Anda. Organisasikan hidup Anda.
• Rawat dan lindungi otak secara terus-menerus.
• Ya, Anda bisa! Pertahankan sikap yang positif.
Tubuh kita memiliki mekanisme pertahanan alami pada stres jangka pendek. Namun, bila stres berlangsung dalam jangka panjang, ini bisa jadi "lampu merah" bagi tubuh karena membuat tubuh jadi rentan pada penyakit. Dengan kata lain, stres sangat merugikan tubuh. Apa saja kerugian yang ditimbulkan oleh stres?

Saraf
Dalam menghadapi sesuatu yang mengancam, tubuh dan pikiran kita punya respons melawan atau ikut terseret. Respons itu dimulai sebagai berikut: Saat kita stres, bagian saraf simpatetik dalam otak akan mengirim hormon adrenalin, hormon kortisol, dan hormon-hormon stres lainnya. Masalahnya, bila kondisi ini berlangsung terus-menerus, maka hormon-hormon tadi bisa mengganggu kemampuan mengingat dan belajar sehingga kita rentan depresi.

Endokrin
Hormon stres akan memicu organ hati (liver) untuk memproduksi lebih banyak lagi gula darah supaya Anda punya cadangan energi untuk berjaga-jaga pada kondisi bahaya. Stres dimaknai oleh tubuh sebagai kondisi bahaya. Namun, jika "bahaya" itu merupakan sebuah dilema jangka panjang dan Anda termasuk orang yang berisiko tinggi terkena diabetes, maka glukosa darah yang tinggi ini akan mempercepat terjadinya diabetes.

Pernapasan
Pada saat Anda merasa sangat emosional dan stres, Anda akan mendapati bahwa napas menjadi cepat atau justru pendek-pendek dan tersengal. Jika kondisi ini sering terjadi, maka ketegangan pada sistem pernapasan akan membuat Anda lebih rentan terkena infeksi saluran napas atas.

Kardiovaskular
Ketegangan yang bersifat sesaat, seperti menghadapi wawancara kerja, akan membuat jantung berdetak lebih kencang dan tekanan darah naik. Nah, jika stres jangka panjang, maka hal itu bisa menyebabkan pembuluh darah menyempit dan meningkatkan kadar kolesterol sehingga Anda lebih rentan terkena penyakit jantung atau stroke.

Reproduksi
Panjang pendeknya siklus menstruasi juga dipengaruhi oleh stres. Stres yang tinggi bisa membuat bakteri vagina lebih senang berkembang biak. Pada ibu hamil, kondisi ini bisa meningkatkan risiko asma dan alergi pada anak.

Sistem imun
Stres jangka pendek sebenarnya ada manfaatnya juga, yakni meningkatkan sistem imun tubuh. Namun, stres yang terus berlanjut bisa membuat kondisi jadi berbalik, yakni memperlambat proses penyembuhan, membuat tubuh rentan infeksi, serta memperburuk kondisi kulit, seperti jerawat, eksim, atau gatal.

Pencernaan
Bila Anda merasa mual, perut kembung, dan terasa terbakar, boleh jadi itu bukan karena salah makan. Penelitian menunjukkan bahwa stres bisa merangsang otot-otot perut dan bisa menyebabkan sembelit atau diare.

Otot-otot
Sering merasa pegal-pegal di punggung dan leher atau sakit kepala? Coba cek apakah akhir-akhir ini Anda sedang menghadapi situasi yang membuat Anda stres. Pasalnya, saat tubuh berada dalam kondisi terancam, otot akan ikut meresponsnya. Tak heran bila persendian ikut tegang.

Sementara itu, selain tanda-tanda yang telah disebutkan di atas, menggertakkan gigi saat tidur termasuk dalam salah satu tanda stress, yang disebut sleep bruxism. Kebiasaan itu merupakan kebiasaan yang tidak disadari pelakunya. Sampai saat ini penyebab sleep bruxism ini tidak diketahui secara pasti..

Selain gejala pada gigi, penderita juga sering mengeluhkan rasa sakit pada rahang bawah ketika bangun tidur. Ada juga yang mengeluhkan sakit kepala atau telinga pada pagi hari.

Peneliti berasumsi, orang yang suka menggertakkan gigi adalah mereka yang tidak bisa mengendalikan stresnya dan frustasi. "Mereka sepertinya lebih memilih cara negatif untuk keluar dari stresnya," kata peneliti.

Sampai saat ini belum ada terapi yang efektif untuk mengobati sleep bruxism (menggertakkan gigi saat tidur). Namun pada pasien yang memang mengalami stres, dokter akan meresepkan obat antidepresi. Ada juga pasien yang mendapatkan hipnosis untuk mengeluarkan kecemasan dan marahnya sehingga kebiasaan menggertak gigi bisa hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar